Monday, March 07, 2005

Bertepuk Sebelah Tangan

Edaran Wakil Rektor Kemahasiswaan Tak Dihiraukan Mahasiswa

Oleh Aji GPS dan Ikram Putra

WIDYO Nugroho resah. Baru 22 hari menjadi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, ia sudah dihadapkan pada wisuda mahasiswa. Acara ini, seperti biasa, bakal diwarnai dengan tradisi arak-arakan yang rentan memicu tawuran antarhimpunan mahasiswa.

“Destruktif,” kata Widyo tentang kegiatan pawai wisuda khas mahasiswa ITB itu.

“Anda tahu, acara wisuda adalah kegiatan yang berbiaya tinggi,” sambungnya. Ada dosen yang me-ngawasi agar tidak tawuran, banyak sampah berceceran,

Sadar dirinya adalah pendidik, Widyo tak mau tinggal diam. Ia lantas mengirim surat edaran kepada himpunan-himpunan mahasiswa dan unit-unit kegiatan mahasiswa untuk “mem-perhatikan dan menghindari hal-hal berikut”.

Jangan arak-arakan baik di dalam kampus maupun di luar... Jangan menggunakan kendaraan berat... Jangan menutup jalan, mengeluarkan kata-kata kotor, serta berkelahi/tawuran.

Buat mereka yang merayakan wisuda secara baik, tertib, indah, dan kreatif, ada hadiah. Rayakanlah dengan tertib, wajar, dan tidak berlebihan.

Tak lupa, akan ada sanksi bagi mereka yang melanggar.

Surat itu bernomor 321/K01.04/KM/2005 dan bertanggal 4 Maret 2005. Alias, sehari sebelum acara wisuda berlangsung.

***

LANGIT cerah. Matahari bersinar lumayan terik. Siang itu di Sasana Budaya Ganesha, acara wisuda baru saja usai. Di pelataran parkir, manusia berjubel. Ada pedagang kaki lima, tukang foto keliling, dan keluarga mahasiswa yang menunggu para wisudawan keluar.

Puluhan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain menanti di dekat pintu utama. Dengan mengenakan kostum bebek dan koki, mereka menyambut para wisudawan dari FSRD. Mereka meneriakkan yel-yel dengan iringan genderang. Mereka cukup menyedot perhatian sekeliling.

Saya berdiri di sana. Saya melihat kumpulan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Elektroteknik menyambut para wisudawan mereka. Yang laki-laki meloncat ke atas truk. Yang perempuan, dibantu pijakan dari tangan.

Arak-arakan kemudian dimulai. Himpunan Mahasiswa Sipil, Himpunan Mahasiswa Elektroteknik, Keluarga Mahasiswa Penerbangan, adalah sebagian mereka yang terlihat membawa wisudawan mereka menuju Gerbang Ganesha dengan sebuah pemandangan klise: wisudawan bergelantungan di truk bagaikan koboi memberi semangat kepada adik-adik mereka yang berjaket himpunan—yang mengawal dengan barisan di depan.

Dalam antrian kendaraan yang mengular, seorang supir angkutan kota bercerita pada saya, dirinya tak mengapa dengan kemacetan dadakan itu.

“Dimana-mana juga macet kok,” kilahnya.

Suasana jadi mirip karnaval jalanan. Saya heran. Adakah mahasiswa membaca edaran Widyo itu?

***

“ARAK-arakan ini kan udah dipersiapkan dari jauh hari. Kalau dibatalin, mau apa lagi isinya?” komentar Prima, mahasiswa Teknik Industri angkatan 2003.

Anggapan senada saya jumpai pula pada Fitra, seorang mahasiswa Teknik Material. Fitra bercerita, karena edaran datang mendadak, ia tetap tak bisa mengubah apa-apa—semua sudah direncanakan.

***

DUA hari kemudian, pada pukul 12.30 saya datang ke ruangan Widyo Nugroho di Lembaga Pengembangan Kesejahteraan Mahasiswa. Sambil sibuk mencatat sesuatu, ia mempersilakan saya duduk. Di mejanya ada tumpukan kertas dan buku.

“Terimakasih, Anda berminat mengangkat soal edaran ini,” ucapnya.

“Edaran itu tak digubris. Apa komentar Anda?”

Widyo menampik. “Jangan dibilang tak digubris,”

Dari perspektifnya, Widyo melihat dirinya sudah berupaya mencegah budaya arak-arakan, serta tawuran yang “destruktif” tadi. Ia tak bermasalah jika edaran itu bertepuk sebelah tangan.

“Undang Undang Anti Korupsi saja, yang berskala nasional, juga tak digubris,” ia memberi analogi. Yang penting, kata dosen Teknik Geodesi ini, edaran adalah sebuah titik awal pelaksanaan pembenahan. Ia pun tak akan menimpakan sanksi bagi para himpunan yang tidak menghiraukan edarannya. Soalnya, sanksi yang khusus mengurusi soal wisuda itu belum ada.

Ia menilai edaran itu cukup berhasil, karena tak ada tawuran yang terjadi.Widyo berencana mengumpulkan para ketua himpunan untuk mempertanyakan pentingnya merayakan wisuda dengan arak-arakan.

Mengapa tak melakukannya dari dulu, jauh sebelum mengeluarkan edaran?

“Tak ada waktu,” jawab Widyo, tersenyum. []

Thursday, March 03, 2005

Kelas Redaksi 1

Silakan datang ke Boul pada jam 5 sore, hari ini. Akan ada kumpul reguler, setelah itu ada kelas redaksi (workshop lanjutan). Wajib bagi staf redaksi, dianjurkan bagi staf non redaksi.

Pembicara: Yandhrie Arvian, TEMPO.

Terimakasih.