Lagi-lagi prasangka. Sebuah penyakit sosial dan individu masyarakat Indonesia. Entah itu dikompori sinetron, infotainment, atau bahkan gosip tetangga sebelah. Kronis, dan menular. Banyak yang berkata, itu adalah sifat dasar manusia. Dari prasangka berkembang menjadi imaji, dan timbullah stereotipe. Pandangan mengenai seseorang, sesuatu, memang dilihat dari apa yang ia lakukan. Namun, tak senaif dan sebodoh itu. Jika kita bisa berpikir anti negatif, maka dibalik apa yang terlihat, tersimpan sesuatu yang membuka mata. Tapi sekali lagi, tak semua orang dikaruniai keindahan berpikir, memaknai dan mempunyai kemampuan deduksi maksimal. Kadang, orang hanya ingin hidup di dunianya sendiri. Individual, namun hidup dalam masyarakat yang sangat sosial. Akhirnya, cari aman. Hindari konflik. Kultuskan individu. Tapi ketika ia mendapat kesempatan, pukul, tabrak, dan lari. Sepanjang itu tidak menyangkut dirinya, aman. "Boleh deh ngapain aja, asal ga nyenggol gue". Oportunis, pengecut, dan egois. Pola berpikir yang tidak dewasa, akhirnya selalu membenturkan keinginan pribadi dengan apa yang dihadapinya dalam kenyataan. Ia takut, dan, untuk membuatnya merasa aman dan nyaman, segumpal prasangka yang menampilkan sisi buruk lawannya muncul. Cari selamat, ia kuatkan prasangka tadi ke dalam kelompok besar, pergaulan, masyarakat, hingga mungkin negara. Konformitas muncul, tenang didapat. Perasaan selalu benar pun keluar. Superior, dan menanamkan inferior ke yang lain. Seakan hina, tak mau bekerjasama, dan hilanglah rasa kebersamaan. Pun, itu tak selamanya salah. Karena ia hanya mencari suaka. Ia tak tahu harus bersikap apa. Berpikir seperti anak kecil, dan ngotot dengan keinginannya, hingga tak acuhkan sekeliling. Salahnya adalah, kadang masyarakat kita kurang kesadaran. Kesadaran mengakui kesalahan, dan mengakui seseorang lebih baik dari kita. Dan kesadaran bahwa kita adalah mahluk sosial. Bukan segerombolan hipokrasi yang hanya mencoba menanamkan imaji dan prasangka.
Tapi, lagi, banyak yang berkata itu sifat dasar manusia. Bahkan Tuhan pun menyadari itu, dan memasukkanya ke dalam bentuk kejahatan. Apakah manusia, kita, menyadarinya?
Saturday, October 15, 2005
Subscribe to:
Posts (Atom)